
Moga yang dulu hijau dan asri lambat laun mulai gersang dan cuacapun tak lagi sesejuk dulu. Laju pembangunan memaksa Moga mulai bergeser dari daerah pegunungan yang hijau menjadi daerah perumahan yang mulai padat dan saling berjejal layaknya di kota kota besar. Deru kendaraan bermotor cukup mengganggu waktu istirhat kita, apalagi yang tinggal di pinggir jalan raya. Sungguh suasananya mulai berubah dan membuat kerinduan akan Moga tempo dulu tak tertahankan lagi dan anganpun kembali menerawang ke masa lalu. Saat saat memetik buah mangga di depan rumah, memetik buah rambutan dan jambu di rumah tetangga, saat saat memunguti butiran butiran cengkeh yang kukumpulkan dan kujual sebagai tambahan uang jajan. Ohhh...kurindu suasana itu hadir kembali, saat saat masa kecil dulu bermain bola di sawah, bergulat dengan lumpur, berburu jangkrik dan belalang, dan di akhiri dengan ritual mandi di kali yang jernih airnya bagai air mineral.
Kini kita yang tinggal di tanah rantau, yang menyempatkan pulang saat lebaran tiba, menengok kampung halaman juga handai taulan. Tidakkah terbersit satu keinginan, tuk mengembalikan hijuanya kampung halaman, dengan kembali menanam pohon di hutan hutan yang mulai gundul. Memang menanam pohon bukanlah pekerjaan yang langsung menjawab persoalan, tapi itu adalah program jangka panjang yang harus serius kita pikirkan. Sebelum bencana tanah longsor itu datang, sebelum banjir bandang memporak porandakan tanah kelahiran. Marilah kita tekadkan, menghijaukan kembali bukit bukit yang gundul dan gersang. Dengan program tanam sejuta pohon untuk Moga dan sekitarnya....